JAKARTA – Konflik kepemilikan empat pulau strategis di Kabupaten Aceh Singkil kembali memanas. Anggota Komite I DPD RI dapil Aceh, H. Sudirman, atau akrab disapa Haji Uma, kembali menyuarakan protes keras atas penetapan empat pulau tersebut ke dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Keempat pulau yang menjadi pusat sengketa ini adalah Pulau Mangki Besar, Pulau Mangki Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, yang kini masuk ke wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Menurut Haji Uma, persoalan ini bukanlah isu baru. Sejak tahun 2017, ia telah berulang kali menyurati Kemendagri, bahkan hingga tahun 2022, untuk menyampaikan aspirasi dan fakta historis serta administratif yang jelas bahwa pulau-pulau tersebut adalah bagian tak terpisahkan dari Aceh.
“Sejak 2017 saya sudah menyurati Mendagri. Ini aspirasi daerah yang saya sampaikan berkali-kali, baik secara langsung maupun tertulis. Tapi tidak ada tindak lanjut yang jelas. Bahkan saat Aceh diminta membawa data pendukung, itu pun tidak diindahkan dan akhirnya tetap menetapkan pulau tersebut masuk wilayah Sumatera Utara,” tegas Haji Uma dengan nada kecewa.
Polemik ini kembali mencuat setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode Serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang diteken pada 25 April 2025. Dalam keputusan terbaru ini, keempat pulau yang disengketakan tersebut secara resmi dimasukkan dalam wilayah Sumatera Utara.
Haji Uma menilai keputusan Kemendagri ini sangat mencederai fakta sejarah dan data faktual di lapangan. Ia mengungkapkan bahwa sejak 17 Juni 1965, keempat pulau itu sudah menjadi bagian dari wilayah Aceh dan dihuni oleh masyarakat Aceh. “Secara historis dan faktual, itu wilayah Aceh. Pemerintah Aceh juga sudah mengucurkan anggaran untuk membangun tugu dan rumah singgah nelayan di sana pada tahun 2012. Kok bisa tiba-tiba diambil alih begitu saja?” kritiknya tajam.
Bahkan, Haji Uma menambahkan bahwa pada tahun 2018, Gubernur Aceh saat itu, Nova Iriansyah, juga telah menyurati Kemendagri berkali-kali, namun upaya tersebut tidak membuahkan penyelesaian yang adil. Ironisnya, keputusan Kemendagri sebelumnya, yaitu Kepmendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022, juga sudah menetapkan keempat pulau ini sebagai wilayah Sumatera Utara, yang terus menjadi sumber kegelisahan masyarakat Aceh.
“Jangan sampai konflik wilayah ini menjadi api dalam sekam. Pemerintah pusat harus bijak dan mendengarkan suara rakyat Aceh sebelum membuat keputusan sepihak,” desak Haji Uma.
Ia berharap pemerintah pusat tidak mengabaikan suara masyarakat Aceh yang merasa hak wilayahnya dirampas. Haji Uma mendesak agar keputusan Kemendagri tersebut segera dilakukan peninjauan ulang secara menyeluruh dan objektif demi keadilan bagi masyarakat Aceh.
Komentar